3 Juni 2006
Belum
pernah sebelumnya ada acara dari organisasi non-pemerintahan yang
dibanjiri oleh sejumlah tokoh pemerintahan, spiritual, anggota dewan,
partai politik, bendesa adat dan warga biasa. Diantara undangan
kehormatan tampak Bupati Gianyar Anak Agung Baratha, Wakil Bupati
Gianyar Dewa Putu Wardana, Ketua DPRD Gianyar Made Agus Mahayastra,
beberapa ketua partai politik, Muspida, Para Bendesa Adat dan Ida
Pendanda Gde Made Gunung.
Dialog
yang bertajuk "Kenali Budaya sebagai Perekat Kesatuan Bangsa"
mempertemukan tiga pembicara yakni Bapak Anand Krishna, Bapak AA Rai
(Budayawan/pemilik Musium ARMA), Ibu Luh Riniti Rahayu (Aktivisi
Perempuan dan Ketua KPUD Bali) dan Ibu Yunni - penyiar senior di RRI
cabang Denpasar sebagai moderator.
Ibu
Luh Riniti Rahayu banyak memaparkan tentang perlunya nilai-nilai
nasionalisme direvitalisasikan kembali. Peran perempuan dalam
pembangunan bangsa harus dikedepankan karena perempuan memegang peranan
penting bagi tumbuhnya kebudayaan. Kebudayaan yang berkembang dalam
suatu bangsa akan memberikan dampak yang sangat positif bagi tumbuhnya
demokrasi. Tanpa adanya perempuan tentu tidak ada demokrasi karena yang
melahirkan laki-laki adalah perempuan. Dan demokrasi tidak akan berjalan
tanpa manusia-manusia yang berbudaya.
Berikutnya,
Bapak Anak Agung Rai menyampaikan rasa syukurnya sebagai orang Bali,
orang Gianyar.... Tapi beliau sering bertanya, siapa sih orang Bali itu?
Kenapa kita ada di sini? Pertanyaan ini belum bisa dia jawab. Sekitar
abad ke-5, banyak pendatang di Bali: dari Cina, Tibet, India,
Jawa...sampai di sini menetap, membawa aliran dan sekte beraneka ragam.
Sehingga menurut beliau orang-orang Bali ini adalah campuran atau
alkulturasi dari berbagai kebudayaan yang pernah ada dan pernah singgah
sebelumnya ke Bali. Raja Udayana dan Ratu Mahendradatta yang memerintah
pada abad ke-11, dengan beraneka ragam rakyatnya bisa membawa
kesejahteraan dan perdamaian pada satu tujuan yang sama. Lebih jauh dia
menuturkan, seni merupakan ideologi spiritual. Apa yang diciptakan
orang-orang jaman dulu dituangkan ke dalam seni. Gianyar harus bersyukur
karena sumber inspirasi di sekitarnya luar biasa. Seni pemberian alam,
dan seni buatan manusia. Walaupun hanya tamatan SMP, tapi
dengan semangat ia belajar dari alam dan sekitarnya dan Museum ARMA
adalah hasil dari kerja kerasnya. Baginya di museumlah tempat tersimpan
roh atau spirit berkesenian seniman yang telah meninggalkan kita.
Demikian ia mengakhiri wacananya.
Setelah
diselingi lagu-lagu oleh The Torchbearers, muda-mudi pembawa obor kasih
dari Anand Krishna Centre, tibalah giliran yang ditunggu-tunggu oleh
para peserta, yaitu wacana dari Bapak Anand Krishna.
"Bung
Karno, ayahnya Jawa, Muslim. Ibunya adalah Bali, Hindu. Bung Karno
adalah hasil interracial and interfaith marriage. Sekarang Indonesia
tidak bisa melahirkan seorang Bung Karno lagi karena UU perkawinan kita
melarang ini," ungkap Bapak Anand Krishna. Mengutip apa yang pernah
dikatakan Bapak Siswono, semua UU yang tidak mengacu pada Pancasila
harus dibatalkan, karena dasar negara kita adalah Pancasila. Bapak Anand
Krishna pada kesempatan itu menggugah kesadaran masyarakat Gianyar
dengan suara beliau yang lembut, tegas dan penuh semangat bahwa tanpa
Budaya manusia tidak memiliki roh sama sekali. Dan budaya inilah yang
memberikan kesatuan berpikir dalam hidup. Apabila budaya bisa
dipertahankan maka bangsa Indonesia tidak akan takut dan khawatir dalam
menghadapi persaingan global. Paham wahabinisme yg sedang
mengepung kita dari berbagai sudut diungkapkan secara gamblang dan
terbuka. Pertahanan budaya harus ditingkatkan karena hanya itulah
satu-satunya solusi. Partai-partai berbasis agama yang mendukung/membawa
paham wahabi ini oleh Bapak Anand Krishna dikatakan akan mendukung
demokrasi ala barat di Indonesia sampai mereka berhasil berkuasa dan
setelah itu perlahan-lahan akan dihilangkan diganti dengan ideologi
wahabi. Celakalah kita semua! Tetapi walaupun begitu, dengan penuh
keyakinan Bapak Anand Krishna meminta masyarakat Bali untuk bangkit dan
menjadi pelopor kembali kepada Pancasila yang merupakan Saripati Budaya
luhur bangsa Indonesia. Tepuk tangan penuh semangat mengamini apa yang
diwacanakan oleh Bapak Anand Krishna, membuka mata hati para undangan
atas keadaan bangsa ini.
"Bali
adalah pewarih budaya Nusantara yang harus menjadi mercusuar
kebangkitan bangsa Indonesia. Jika mereka tetap memaksakan paham Wahabi
itu masuk ke Indonesia, mereka telah menggali kuburannya sendiri, kita
bersama akan membinasakan mereka disini," tegas Bapak Anand Krishna
sambil mengebrak meja. Para undangan bertepung tangan menyetujui hal
itu. Pada kesempatan itu pula Guruji meminta ketua partai PDIP dan
Golkar Gianyar yang hadir untuk merapatkan barisan bersatu menghadapi
musuh bangsa ini.
Kekuatan
dari atas turunlah, kekuatan dari bawah naiklah, dan mari kita berkarya
bersama. Begitulah, dengan dibimbing oleh Bapak Anand Krishna,
masyarakat Gianyar bersama-sama melantunkan doa demi kedamaian dan
kejayaan Indonesia.
sumber : http://akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=35:temu-hati-kebangsaan-di-gianyar-qkenali-budaya-sebagai-perekat-kesatuan-bangsaq&catid=19&Itemid=55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar