Jumat, 11 Februari 2011
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Kebudayaan selalu
merujuk pada sederetan sistem pengetahuan yang dimiliki bersama,
perangai-perangai, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai,
peraturan-peraturan, dan simbol-simbol yang berkaitan dengan tujuan
seluruh anggota masyarakat yang berinteraksi dengan lingkungan sosial
dan lingkungan fisik. Dipandang dari wujudnya, menurut Koentjaraningrat,
kebudayaan memiliki ide, bentuk dan perilaku. Sedangkan dikaji dari
segi unsur, kebudayaan memiliki 7 unsur pokok yaitu sistem kepercayaan,
bahasa, sistem ekonomi, sistem sosial, ilmu pengetahuan, teknologi dan
sni. Secara sederhana bahwa kebudayaan adalah nilai-nilai dan gagasan vital yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Seni adalah
ekspresi dari jiwa manusia yang diwujudkan dalam karya seni. Pernyataan
ini mengisyaratkan terjadinya kreatifitas dalam hal olah imajinasi dan
olah rupa, gerak, suara, cahaya, bau dan sebagainya. Penciptaan seni
terjadi oleh adanya proses cipta, karsa dan rasa. Penciptaan di bidang
seni mengandung pengertiaan yang terpandu antara kreatifitas, penemuan
dan inovasi yang sangat dipengaruhi oleh rasa. Namun demikian, logika
dan daya nalar mengimbangi rasa dari waktu ke waktu dalam kadar yang
cukup tinggi. Rasa muncul karena dorongan kehendak naluri yang disebut
karsa. Karsa dapat bersifat individu atau kolektif, tergantung dari
lingkungan serta budaya masyarakat.
WAWASAN KEBANGSAAN
Setiap
orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan kebangsaan
dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Dalam
realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan
tetapi sulit dipahami. Namun ada getaran atau resonansi dan pikiran
ketika rasa kebangsaan tersentuh. Rasa kebangsaan bisa timbul dan
terpendam secara berbeda dari orang per orang dengan naluri kejuangannya
masing-masing, tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang berpotensi
dasyat luar biasa kekuatannya.
Rasa
kebangsaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara
alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan,
sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam
menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini
dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan,
yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasioanal dimana suatu bangsa
memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan
rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan atau semangat
patriotisme.
Wawasan
kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati
diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini
nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan
kepribadiaanya.
Seni dan budaya sebagai media pemersatu bangsa
Globalisasi
telah menjadi kenyataan yang tak terelakan. Dalam konteks percaturan
budaya global, kesadaran untuk mempertanyakan isentitas justru semakin
besar. Inilah hal yang mengiringi wacana tentang identitas (budaya)
dalam globalisasi ini.
Dalam
arus besar ini, kesenian lokal yang sekaligus sebagai corong penanaman
nilai-nilai atau konsepsi-konsepsi sebagai satu unsur dalam kebudayaan
lokal akan semakin tersisihkan. Apalagi yang terjadi pada generasi muda,
kebudayaan barat akan semakin menindih kebudayaan lokal kita dalam diri
mereka.
Maka
tidak heran jika sosok yang kita hadapi sehari-hari dilingkungan kita
adlaha sosok yang tidak teridentifikasi sebagai anak bangsa ini (gaya
bicara, kosa kata: semisal, “bajingan” dalam satu syair lagu populer,
sopan santun, keramah tamahan, pola pikir, cara berpakaian dan lain
sebagainya).
Hal
yang harus dilakukan dalam menghadapi ini adalah menumbuhkan kesadaran,
bahwa kekuatan lokal dapat sangat efektif untuk bekal memasuki global
village (desa global) maupun global culture (budaya global). Kenyataan
semacam itu hanya mungkin jika tumbuh kesadaran untuk terus menerus
membangun dialog, baik dalam skala personal maupun komunal, antara yang
lokal dan yang global, antara yang traadisi dengan yang modern, dengan
tendensi untuk saling melengkapi, dan saling memperkaya.
Nah,
seni dalam jenis dan sifatnya adalah tidak dapat dipisahkan dari
lingkungan hidup. Seni berkaitan dengan konsepsi ruang, waktu dan
keadaan. Maka seni selalu memunculkan nilai-nilai atau konsepsi-konsepsi
yang ada dalam lingkungan di mana ia berada. Di seluruh Indonesia
terdapat ratusan nilai atau konsepsi semacam ini. Di Jawa ada beberapa
jenis nilai seperti tersebut diatas yang sering diangkat sebagai tema
karya seni. Di antara nilai-nilai itu termasuk prinsip rukun, prinsip
hormat, prinsip mamayu hayuning bawana, mamayu hayuning bangsa, adigang
adiguna sikap yang sombong, aja dumeh (jangan sok), ngono yo ngono
(begitu ya begitu tetapi jangan begitu) dan lain sebagainya.
Nilai-nilai
atau konsepsi-konsepsi yang terhadirkan dalam setiap tampilan kesenian,
akan memasuki relung-relung hati setiap manusia yang terlibat dalam
peristiwa seni ini (baik itu pelaku maupun penontonnya). Melihat hal
semacam inilah maka sudah sangat jelas bahwa kesenian merupakan satu
media yang signifikan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan.
Kemampuan dan kesadaran semacam itu hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki kapasitas knowledgeable artist,
seorang seniman yang memiliki kemampuan dan pengetahuan luas. Seorang
seniman yang terus memelihara daya kreasi dan semangat inovasi, serta
membuka diri terhadap berbagai kemungkinan. Siapapun yang ingin
memberikan kontribusi yang berarti bagi kesenian, bagi kehidupan, dan
bagi kemanusiaan secara luas, tak ada pilihan lain kecuali menumbuhkan
kesadaran bahwa pergaulan global adalah sebuah keniscayaan. Kemudian
setelah itu harus memiliki komitmen dan integritas yang dapat
dipertanggung jawabkan
Tulisan ini dibahas Oleh Marco Manardi dan Arif Zainudin (dikutip dari http://blog.beswandjarum.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar